Home | Main Menu | Berita | Divisi | Link | Tagboard | Galeri Photo | Kontak
Tuesday, February 24, 2009,2:14 AM
Bengawan Solo



Mapala Exess. Bengawan Solo. Bengawan Solo, itulah nama sungai terpanjang di Pulau Jawa ini. Sungai yang memiliki panjang sekitar 548,53 km dan bersumber dari Pegunungan Kidul, Wonogiri , melintasi dua wilayah administratif propinsi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daerah yang dilewati sungai tersebut di antaranya ialah Wonogiri, Pacitan, Sukoharjo, Klaten, Solo, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan bermuara di daerah Gresik.
Menurut sejarah, sekitar empat juta tahun yang lalu Sungai Bengawan Solo bermuara di daerah Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Pantai Sadeng. Namun, karena peristiwa pergeseran lempeng bumi di Australia yang menghujam bagian bawah Pulau Jawa, mengakibatkan dataran bagian selatan Pulau Jawa ini menjadi terangkat hingga membuat muara Sungai Bengawan Solo ini berpindah ke utara (Gresik). Bukti-bukti bekas aliran Sungai Bengawan Solo di wilayah Gunung Kidul masih ada sampai sekarang, walaupun mengering menjadi bebatuan kapur dan karang-karang kering.

Pada zaman dulu, di sekitar aliran Sungai Bengawan Solo merupakan tempat bertahan hidup manusia purba. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba di Desa Trinil sekitar 11 km dari Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Fosil-fosil ini kemudian diberi nama Pithecanthropus Erectus, oleh seorang peneliti dari Belanda yang bernama Eugene Dubois pada tahun 1891. Bukti lain adanya kehidupan manusia purba di sekitar sungai ini juga dikuatkan dengan penemuan fosil manusia purba di Sangiran dan di Desa Ngandong, Solo. Fosil-fosil ini diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus dan Homo Soloensis. Fosil manusia purba tersebut ditemukan oleh Van Koeningswald pada tahun 1941 dan tahun (1931—1934), keduanya ditemukan tak jauh dari aliran sungai ini. Dari beberapa penemuan fosil tersebut, dapat dikatakan bahwa aliran Sungai Bengawan Solo merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang berada di sekitarnya, sejak ribuan tahun yang lalu hingga sekarang.
Sungai yang merupakan sumber kehidupan masyarakat dari hulu sampai hilir ini, keberadaannya cukup terkenal berkat diciptakannya sebuah lagu dengan judul “Bengawan Solo” karya Gesang. Melalui lagu ini, popularitas Sungai Bengawan Solo semakin terkenal ke seluruh Indonesia. Banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang tertarik untuk berkunjung ke sungai ini guna melihat keindahannya sekaligus menyusuri situs sejarahnya.
Sungai ini juga cukup populer dengan kisah Joko Tingkir, pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1549—1582 dan bergelar Sultan Hadiwijaya, saat bertarung dengan buaya. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, pada zaman dulu Joko Tingkir pernah menyusuri Sungai Bengawan Solo ketika melakukan perjalanan dari Majasta (Kabupaten Sukoharjo) menuju Desa Gerompol di lereng bukit Prawata, tepatnya di sebelah timur Kerajaan Demak. Dalam perjalanan itu, Joko Tingkir menggunakan perahu yang terbuat dari bambu. Di atas perahu itu Joko Tingkir diserang puluhan buaya besar yang ingin memakannya. Namun, Joko Tingkir melawan serangan buaya-buaya tersebut hingga akhirnya buaya-buaya itu berhasil dikalahkan. Setelah kalah, anehnya buaya–buaya itu kemudian membantu perjalanan Joko Tingkir dengan cara mendorong perahu bambu yang dinaikinya.
Keistimewaan Bengawan Solo
Sungai Bengawan Solo merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat dari hulu sampai hilir. Selain sebagai sumber kehidupan, sungai ini juga digunakan sebagai tempat wisata. Keindahan pemandangan alam di tepian sungai merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk menyusurinya. Pohon-pohon besar yang hidup di tepian, tebing-tebing yang menjorok ke tengah sungai, dan hamparan sawah dan kebun yang menghijau di sekitar sungai, merupakan ciri khas keindahan pemandangan alam di Sungai Bengawan Solo ini. Banyak pengunjung yang menghabiskan waktu liburannya untuk berkunjung menikmati indahnya pemandangan sungai dengan menyewa perahu nelayan. Selama menyusuri sungai ini, pelancong juga dapat melihat pohon elo yang tumbuh di beberapa tempat di sepanjang sungai. Menurut pengakuan masyarakat setempat, selain mengandung banyak manfaat, pohon elo juga memiliki nilai mistis, yaitu barang siapa dapat melihat bunga pohon elo, maka itu pertanda ia akan kaya.
Selain melihat pemandangan alamnya yang indah, di aliran sungai ini wisatawan juga dapat melihat bangkai kapal kuno yang tenggelam sekitar tiga ratus tahun yang lalu, tepatnya di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro. Kapal yang memiliki panjang sekitar 40 meter dan lebar 8 meter itu, konon merupakan milik saudagar Cina yang tenggelam ketika hendak berlayar menuju daerah Ngawi.
Sungai Bengawan Solo juga terkenal dengan tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap tahun sekali, yaitu tradisi Larung Getek Joko Tingkir. Tradisi tahunan ini bertujuan untuk mengenang kisah perjalanan Joko Tingkir ketika menyusuri Sungai Bengawan Solo, sekaligus juga mempromosikan kembali kunjungan wisata ke Sungai Bengawan Solo. Untuk lebih memikat daya tarik wisatawan tersebut, dalam tradisi Larung Getek Joko Tingkir ini, diperankan beberapa artis sebagai tokoh Joko Tingkir di antaranya ialah Dono (warkop), Wilidozen, Mamiek, Basuki, dan lain-lain. Namun sayangnya terdapat beberapa bagian sungai yang mengalami pendangkalan, sehingga tradisi Larung Getek ini tidak dapat diselenggarakan dari hulu sampai hilir. Perjalanan Larung Getek Joko Tingkir ini dimulai dari Pesanggrahan Langenharjo di Sukoharjo, sekitar sembilan kilometer sebelah utara Majasta, dan menempuh jarak sekitar 30 km yang berakhir di Desa Butuh, Kecamatan Plupuh, Sragen. Adapun pelaksanaan tradisi tahunan ini biasanya dilaksanakan pada bulan Januari, bersamaan dengan perayaan tahun baru. Tradisi ini juga sering diselenggarakan dengan start di Taman Satwa Taru Jurug Solo, Kota Surakarta pada bulan Syawal. Untuk menyaksikan tradisi ini, pelancong tidak dipungut biaya.
Lokasi
Sungai Bengawan Solo melewati dua wilayah administratif propinsi, yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah, Indonesia. Jika pengunjung ingin menikmati keindahan pemandangan alam Sungai Bengawan Solo dan menyaksikan tradisi tahunan Larung Getek Joko Tingkir, dapat berkunjung ke Taman Satwa Taru Jurug Solo, Kota Surakarta.
Akses
Taman Satwa Taru Jurug Solo cukup mudah untuk dijangkau dengan menggunakan angkutan umum. Banyak sarana transportasi yang dapat mengantarkan pelancong menuju taman ini, baik dari terminal, stasiun, ataupun bandara. Untuk menuju Taman Satwa Taru Jurug Solo ini, perjalanan dapat dimulai dari Terminal Tirtonadi, Stasiun Balapan, atau Bandara Adi Sumarmo Solo. Jika pelancong memulai perjalanan dari Terminal Tirtonadi, pelancong bisa naik angkutan kota dan turun di lokasi taman ini. Namun, jika pelancong memulai perjalanan dari Stasiun Balapan atau Bandara Adi Sumarmo Solo, pelancong dapat naik taksi atau mobil sewaan untuk sampai di lokasi Taman Satwa Taru Jurug Solo ini.
Harga Tiket
Untuk menikmati keindahan pemandangan alam di Sungai Bengawan Solo, pelancong tidak dipungut biaya.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di obyek wisata alam Sungai Bengawan Solo terdapat tempat persewaan perahu dengan tarif sekitar Rp 50.000—100.000 per perahu. Tarif tersebut tentu saja tergantung pada jauh tidaknya jarak perjalanan perahu.
Di area wisata ini juga terdapat berbagai macam fasilitas di antaranya mushala, tempat-tempat bersantai, persewaan peralatan pancing, persewaan tikar, taman bermain, berbagai macam sarana permainan anak-anak, dan pada hari libur dilengkapi juga dengan panggung hiburan terbuka. Terdapat juga berbagai kios yang menjajakan makanan dan minuman dengan harga yang cukup murah. Bagi pelancong yang ingin bermalam menikmati suasana Sungai Bengawan Solo di malam hari, terdapat berbagai macam hotel di sekitar obyek wisata ini.
(Diolah dari berbagai sumber)
 
posted by Wapala Exess Permalink ¤


0 Comments: